Halaman

Minggu, 29 April 2012

Ingatan Wening

Hari itu sangat cerah. Aku datang dengan wajah tertekuk kepadamu. Kamu tetap menyambutku dengan senyum. "Mood tidak stabil, mungkin karena sedang haid," kataku. Kamu hanya tersenyum. Hari itu, diam-diam aku tersenyum tetapi kamu tidak tahu. Kamu hanya tahu tentang mata kita yang selalu bertemu di saat kita tidak bicara. Kamu selalu melempar senyum yang menggoda. Aku hanya diam, tidak bisa berkutik. Hari itu aku menikmati setiap tingkahmu yang selalu aktif. Bolehlah hari ini aku diam, aku suka. 


Hari ini berbeda, semangatku timbul penuh karena ingat akan bertemu kamu. Kali ini, aku datang dengan senyum sumringah. Senyuman lebar aku kembangkan saat bertemu kamu. Kita bicara berdua setelah itu. Berdua? Entahlah, aku merasa hanya ada kita di sana. Kamu bercanda, aku tertawa. Aku tersenyum, kamu tersenyum. Kamu melihatku, aku melihatmu lalu kamu mengalihkan pandangan. Kamu lucu. 


Aku menjauh, hendak bicara dengan orang lain yang ternyata ada di tempat itu juga. Aku tertawa bersama mereka. Aku tertawa pada mereka namun aku bicara padamu. Mataku lagi-lagi bertumbukan dengan matamu. Matamu berseri dihiasi dengan senyuman menawan. Aku sedikit berpaling dari mereka untuk melihatmu. Mataku tak kalah berseri. 


Saat itu, kita bicara suatu hal tanpa perlu bicara. Kita saling mengerti apa yang kita bicarakan. Kita tidak butuh bicara untuk mengungkapkannya. Biarlah hanya kita yang tahu. Aku dan kamu ada di dalam suatu lingkaran rasa yang orang lain tidak pernah tahu. Kita tidak perlu orang lain tahu karena hanya ada kita di lingkaran ini. Aku tidak mau orang lain masuk ke dalam lingkaran ini. Kamu juga, bukan?


Aku, Wening, masih menikmati masa-masa bicara dengan mata. Hal ini akan kulakukan hingga nanti mata ini tidak dapat melihat lagi. Meski begitu, aku ragu apakah masa ini akan berjalan lama? Atau hanya sesaat, yang sebentar lagi akan lenyap? 

Kamis, 12 April 2012

FAMILY

Haloo, udah lama ga ketemu.. Hehe..
Akhir-akhir ini banyak banget yang saya pikirin. 
Jadi, yang pertama melintas begitu saja. Seandainya ada sesuatu hal terjadi dengan saya dan kondisi mata saya masih bagus, bolehlah saya donorkan bagi dia yang membutuhkan. Entahlah, saya ingin deh, apa yang saya punya itu pada akhirnya dapat membahagiakan orang.
Sebelum itu, saya ingin membahagiakan keluarga. Ya, keluarga.

Saya kangen sama ortu, emak-bapak. Si Bapak itu tipe bapak teladan sebenarnya. Si Mbah Kung pernah cerita kalau bapak itu orang yang kuat. Tiap kali nggak berhasil, dia bangkit lagi demi keluarga. Waktu apotek bangkrut, dia bangkit lagi. Dia bikin usaha obat tradisional dari cacing. Meski hasil ga banyak, dia tetap aja usaha. Dia nggak pake ngeluh, ga pake marah-marah kepada anak-istri kalo lagi mumet. Ah, dia okelah. Pengennya saya kalau udah kelar kuliah ini, dapet kerja en kasih apa yang bapak suka. Oia, si bapaklagi nyoba usaha jamur karena obat cacingnya sekarang udah banyak saingan. Behh, obat buatan babe itu yang pertama lho di Lampung.. Ciiiee...

Kalo si emak, saya salut banget. Emak lahir di keluarga yang keras karena Mbah Kung itu veteran ABRI. Hubungannya adalah gaya pengasuhan si Mbah Kung yang otoriter lalu menerapkan corporal punishment ; nyubit, nyabet, mukul,bla bla... Mbah Kung tegas dan disiplin banget. Kalau nggak suka, ya nggak suka. Nah, dari saudara-saudara kandung mama, mama paling beda. Kebanyakan dari mereka itu suka menerapkan corporal punishment juga kepada anaknya. Selain itu,ada yang cuek-cuek aja. Nah, si emak ini nggak mau mukul anaknya. Dia punya pemikiran yang sama dengan saya. Jangan sampai anakku merasakan hal pahit yang sama dengan aku. Begitu, jadi dia sebisa mungkin ga pake kekerasan. Nah, kebukti. Babe mah pernah nyabet saya satu kali gara-gara saya kelewatan juga sih. Hehe.. 
Kedua orang tua saya itu asyiknya gampang banget diajak diskusi. Jadi, ga ada cekcok gitu. Bapak meski sedikit keras kepala, juga nggak pernah melarang saya. Saya terbiasa hidup bebas dengan tanggung jawab. Saya nggak pernah dilarang apa-apa, asalkan.... nilai bagus, bisa jaga diri, berkembang,....

Saya nggak pernah dipaksa belajar. Disuruh sih, iya, tapi saya kompromi. Ah, tenang ma. Aku nggak suka belajar, wkwk.. Eh, ya udah jadi si emak mah biasa lihat saya nggak belajar, toh nilai-nilai lumayan aja.. <-- (Itu dulu...jaman sekolah..) Yah, tapi kalau saya sudah kelewatan, ya ditegor. Tapi, pernah ga, ya? Soalnya jaman SD sampe SMA tiap pulang sekolah pasti cerita--apa aja. Nah, jadi perilaku saya masih aman karena masih dalam pengawasan ortu. Ehhhmm.. setelah dijabarin gini, kira" gaya pengasuhan apa yaaa...? Hehe...

Saya dekat dengan mereka, yah 50-50lah kurang lebih. Nggak ada yang paling deket. Biasalah, anak tengah.. wkwkwk... Saran ya buat anak tengah biar kedudukan di keluarga itu seimbang, kita harus aktif dan asertif. Kalau ada salah satu orang tua yang kira-kira pilih kasih ke saudara yang lain, bilang. Kadang, orang tua itu nggak bisa mengontrol luapan kasih sayang. Misal, anak pertama perempuan-->bapak. anak bungsu laki-laki --> emak. Nah, gue? Saya merasa waktu itu mama lebaai banget ke adek, Andre. Saya langsung bilang, 'Ma, mama ini pilih kasih banget sih, ke Andre'. Ya emak ngelak lah, bilang nggak. Tapi, ketahuan lama-lama emak nggak terlalu nurutin Andre. Tuh kan, orang tua kadang nggak merasa memberikan luapan sayangnya yang lebai ke Andre, en bisa bikin saya ngiri. Setelah itu, keadaan menjadi lebih baik. Andre tidak terlalu manja untuk ukuran anak kecil (saat itu). Setelah bicara seperti itu dan perlakuan mama sedikit berbeda ke Andre, saya biasa aja. Maksudnya, saya jadi wajar mama ngalemin adek. Gimana enggak, anak bungsu, laki-laki pula! Hahaha... 

Untunglah, sekarang dia nggak manja seperti dia waktu kecil. Saya nggak bisa bayangin kalau emak tetep manjain dia waktu dulu, mana ada Andre yang suka kelayapan ke mana-mana sendiri. Yah, begitulah keadaan keluarga saya yang adem ayem. Bikin betah dengan Bapak yang suka saya bikinin pantun, emak yang doyan permainan yang memacu adrenalin, Yopi yang super baek, dan Andre, satu-satunya orang yang punya jiwa dagang di keluarga. Luar biasa. Tuhan memang adil. Kalau ada yang nggak merasa begitu, nanti saatnya tiba di mana kamu bisa mengerti itu semua.

Minggu, 08 April 2012

SEKUNCUP BUNGA DAN SEPUTIH KERTAS

Hei, cahaya matahari kian merayap masuk ke dalam kamar. Kamar ini terang seketika. Hari menjelang siang. Di waktu-waktu seperti ini, saya masih dilihat dalam rupa yang sama. Bagai kuncup bunga dan kertas putih. Saya hanya tertawa saja di dalam hati. Sejatinya saya ingin menolak penglihatan itu namun apa daya, saya tidak ingin mengacaukan imajinasi mereka. Terkadang saya hanya terdiam dan menampakkan wajah seolah tidak tahu apa-apa. Namun, terkadang pula saya geram karena sebenarnya saya tidak seperti kuncup bunga dan seputih kertas. 

Hahahaha.... sungguh lucu. Mereka tidak tahu saya, mereka hanya berimajinasi dengan apa yang mereka ingin lihat saja. Yah, mereka tidak tahu saya. Setidaknya saya tidak berbohong. Saya tidak suka berbohong karena Tuhan tidak suka manusia berbohong. Saya hanya menjalani hidup saya, berlaku wajar. Terserah bagi mereka yang melihat saya tetap seputih kertas dan sekuncup bunga. Hehehe... Bagi mereka yang tahu saya, hmmm... kita sama-sama tahu sajalah :D

Tidak mengapa ada yang tidak tahu. Begitulah cara saya agar dapat memahami mereka yang tidak tahu saya. Hidup itu sederhana. Misalnya ada yang tidak bergeming oleh pengaruhmu, maka taklukanlah. Bila ada yang tidak percaya, buktikanlah. Bila ada yang tidak mengenalmu dan mengandalkan keyakinan mereka tanpa menyeledik lebih dalam, biarkanlah. Kamu berlaku wajar saja dan setidaknya kau tidak berbohong kaena Tuhan tidak suka kalau kamu berbohong.

Senin, 02 April 2012

Curcol Senin Pagi

Suatu hari yang membingungkan.. Hemm.. Maju atau mundur. Diam atau bergerak.
Di sana ada yang menggiurkan tapi tidak mungkin. Di sebelah sana ada yang mungkin tapi sulit mencapainya. Hehehe.. Itulah hidup, ada yang tidak dapat dikendalikan oleh saya. Yes, yes. Saya paham. Hidup itu dinamis. Bergerak dan berubah. Saya akan terlibat dalam perubahan itu. Pasti. Ketika perubahan itu semakin menjadi jelas, saya akan menjadi tenang. Tapi, kapan? Saya juga bingung. Yah, sementara ini saya menikmati sajalah yang ada. Yup, tetap pakai batas. Sesuatu yang terlalu mengasyikkan itu -berbahaya-. Sangat berbahaya. Buat saya, buat semuanya. Bahaya. Asalkan saya bisa mengerem hingga tidak lewat batas, sepertinya mungkin saya lakukan. Hemm... menggoda sekali. :)

Jangan biarkan saya pergi jika kamu tak mau.....dudududu..... Ada yang menggoda di sana, apalah daya jika pada akhirnya saya tergoda pula.. :p