Hari itu sangat cerah. Aku datang dengan wajah tertekuk kepadamu. Kamu tetap menyambutku dengan senyum. "Mood tidak stabil, mungkin karena sedang haid," kataku. Kamu hanya tersenyum. Hari itu, diam-diam aku tersenyum tetapi kamu tidak tahu. Kamu hanya tahu tentang mata kita yang selalu bertemu di saat kita tidak bicara. Kamu selalu melempar senyum yang menggoda. Aku hanya diam, tidak bisa berkutik. Hari itu aku menikmati setiap tingkahmu yang selalu aktif. Bolehlah hari ini aku diam, aku suka.
Hari ini berbeda, semangatku timbul penuh karena ingat akan bertemu kamu. Kali ini, aku datang dengan senyum sumringah. Senyuman lebar aku kembangkan saat bertemu kamu. Kita bicara berdua setelah itu. Berdua? Entahlah, aku merasa hanya ada kita di sana. Kamu bercanda, aku tertawa. Aku tersenyum, kamu tersenyum. Kamu melihatku, aku melihatmu lalu kamu mengalihkan pandangan. Kamu lucu.
Aku menjauh, hendak bicara dengan orang lain yang ternyata ada di tempat itu juga. Aku tertawa bersama mereka. Aku tertawa pada mereka namun aku bicara padamu. Mataku lagi-lagi bertumbukan dengan matamu. Matamu berseri dihiasi dengan senyuman menawan. Aku sedikit berpaling dari mereka untuk melihatmu. Mataku tak kalah berseri.
Saat itu, kita bicara suatu hal tanpa perlu bicara. Kita saling mengerti apa yang kita bicarakan. Kita tidak butuh bicara untuk mengungkapkannya. Biarlah hanya kita yang tahu. Aku dan kamu ada di dalam suatu lingkaran rasa yang orang lain tidak pernah tahu. Kita tidak perlu orang lain tahu karena hanya ada kita di lingkaran ini. Aku tidak mau orang lain masuk ke dalam lingkaran ini. Kamu juga, bukan?
Aku, Wening, masih menikmati masa-masa bicara dengan mata. Hal ini akan kulakukan hingga nanti mata ini tidak dapat melihat lagi. Meski begitu, aku ragu apakah masa ini akan berjalan lama? Atau hanya sesaat, yang sebentar lagi akan lenyap?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar