Halaman

Rabu, 30 November 2011

SEMUA ITU PILIHAN BUKAN KEBETULAN

Beranjak dari judul di atas, saya telah membuka topik tentang sebuah pilihan dan kebetulan. Oke, saya mulai dengan ketidakpercayaan saya terhadap suatu fenomena yang dinamakan kebetulan. Bagi saya, kebetulan itu tidak ada. Semua merupakan efek dari pilihan yang diambil. Misalnya begini, saya berjalan di tengah perkotaan. Banyak percabangan jalan di sana. Saya memilih belok ke kanan. Di sana saya bertemu dengan teman SD saya yang sudah lama tidak bertemu. Nah, menurut saya pertemuan itu bukan suatu kebetulan . Tetapi karena saya sudah memilih lewat jalan itu dan teman saya juga sudah memilih lewat jalan itu, maka bertemulah kami di jalan itu. Sekali lagi bukan kebetulan. Kalaupun saya memilih jalan lain, saya akan bertemu dengan orang lain yang sama-sama memilih jalan itu untuk dilewati.

Kemudian, saya tertarik untuk menyikapi fenomena romantis yang diyakini para wanita. Cinta pada pandangan pertama. Kebetulan juga kah? Tentu tidak. Kesan pertama didapat ketika orang sudah melihat dan menilai orang lain. "Ohh..cowok itu ganteng banget!" Penilaian kita terhadap cowok yang ganteng pun berbeda di setiap orang. Ada yang bilang ganteng, ada yang bilang biasa aja, mungkin saja ada yang bilang cowok itu jelek. Yah, itu relatif, tergantung selera. Selera? Selera merupakan bagian kepribadian seseorang. Ada sesuatu di balik selera dan penilaian kita terhadap sesuatu. Misalnya, saya merupakan orang yang menyukai tantangan, maka saya menyukai hal-hal yang menantang dan berbeda dengan saya. Di kehidupan pun saya lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang berbeda ataupun jarang dilakukan orang lain. Jadi, ketika ada orang yang berbeda, unik, dan menantang bagi saya, saya tidak akan berlama-lama untuk menyukainya.

Kembali pada kesan pertama. Kesan pertama kebanyakan didapat dari penampilan fisik yang lagi-lagi tergantung selera. Nah, setelah melihat, menilai, lalu orang akan memutuskan untuk menyukai maupun membenci sesorang. Proses memilih memang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Setelah melihat dan menilai seseorang, hal yang akan saya putuskan selanjutnya adalah menyukainya atau membenci. "Oh, itu ada cowok" lalu "ehmmm..ganteng" terus "suka, deh." Kenapa bisa suka? "Laki banget, sih" Ini karena sosok ideal lelaki idaman saya adalah cowok yang yakin deh, kalau dia laki-laki sejati bukan cowok-cowok cantik yang suka nari-nari ga jelas sambil lip sing itu. 

Nah, setelah proses memutuskan untuk menyukai, misalnya, akan terjadi proses berikutnya. Syaratnya sih, ada komunikasi lebih lanjut. Yaahh, agak basi gitu, deh. Proses berikutnya itulah yang bisa disebut cinta. Mana ada ya, cinta kok tiba-tiba. Kamu cinta aku kenapa? "Ga tau. Ga perlu alasan untuk mencintai." Sumpriitt. Itu mah gombal abiss.. Alasan mendasari orang melakukan sesuatu. Tidak ada alasan, maka tidak ada perilaku. Jadi, bagaimana orang yang tidak mempunyai alasan untuk mencintai bisa mencintai orang lain. Menurut saya, jawaban yang tepat adalah "Saking banyaknya alasan, aku nggak tahu harus ngomong dari mana dan gimana. Sampai sulit untuk dikatakan." Begitu, kan seharusnya???

Yah, intinya semuanya itu berawal dari pilihan seperti lagunya KLA PROJECT "Hidup adalah pilihan". Lalu, kebetulan itu jelas tidak ada. Hmmm..Agak meluas mengenai alasan untuk mencinta. Tapi, itu topik yang cukup menarik.
Well, usai dulu deh pembicaraan mengenai topik panas ini. Saya mau tidur setelah tiga hari begadang dan cuma tidur 3 jam-an. Hiiiksss... Doakan semoga tugas-tugas ini cepat selesai dikerjakan, ya. Jangan sampai, deh saya lupa makan lagi. Muka udah kusam, ga segar, lesu, kurus???? Oh, noo!!!!

Daaaaa semua. cupacup, deh. Mmmmuuuuaaahhh.....

Jumat, 25 November 2011

Saya ragu waktu itu
Sekarang saya tahu memang begitu
Tamparan air hujan karena angin 
menyadarkan saya di masa itu
Sekeras tamparan tidak  jua 
mengalahkan rasa itu selalu

     Melankolis sekali saya hari ini. Mungkin karena cuaca mendung ini mengistirahatkan sejenak pikiran dalam sedikit keheningan. Tidak grusa-grusu seperti biasanya.
     Sungguh aneh, separuh kesadaran mengingatkan saya untuk beraktivitas aktif, sedangkan separuhnya adalah keruwetan pikiran yang bermanja ingin bermalas-malasan. Dalihnya adalah ingin merasakan diri sepenuhnya, ingin merasakan aroma kebebasan, ingin ini, ingin itu. Separuh dan separuhnya lagi itu bertengkar hebat sehingga saya duduk di sini - di depan komputer- hanya sekedar menjabarkan pikiran saja. Lebih tepatnya berbagi cerita.
     Saat ini saya merasa..bagaimana yaa..? Bingung. Wuuaa.. 
     Rasanya seperti apa yang dikatakan Andrei Aksana dalam setiap tulisannya. Well, cukup sekian saja, deh. Semakin lama menulis, saya jadi semakin bingung sendiri.

Saya kuliah dulu yaaaa... ga bawa tugas, siap" kena semprot dosen -.- byeee....

Jumat, 18 November 2011

(5)

Akhir-akhir ini saya merasa banyak sekali pergolakan. Saya sering sekali menghela nafas yang menandakan beban berat yang masih saya tanggung. Kebanyakan masalah memang berpusat pada diri saya. Yah, saya memang menyadari itu sekarang. Setelah melalui proses penyadaran dan kebutuhan untuk didengarkan terpenuhi, semuanya terasa lebih ringan. Meskipun ada beberapa hal yang masih saya tekan. 

Represi memang menjadi pilihan favorit saya untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan. Well, terkadang masalah itu menjadi gambaran dalam mimpi saya. Mimpi sebagai mekanisme pertahanan di kala ego sedang tidak aktif memang menjadi gambaran jelas bahwa saya masih menyimpan perasaan tidak nyaman. Saya mau teriaaaaakkkk...!!! Saya ingin semuanya selesai. Semua masalah ini selesai. Inilah, itulah. Apalah!

Perasaan yang tumpang tindih ini tertahan begitu saja di balik wajah ceria saya. Yayaya,, hari ini saya mau ngomong ngalur ngidul sajalah. Tidak peduli siapa yang tahu. Saya memang sedang begini, tidak jelas. Hiiikkss.. Saya yakin saya bisa menyelesaikan masalah ini. Tapi, entah mengapa saya butuh sarana untuk meluapkan emosi negatif ini. Sedih, marah!! 

Okay, sepertinya sudah lebih baik setelah menulis beberapa paragraf ini. Saya galau, ups kurangtepat. Saya gundah. Saya tidak mau munafik, deh. Masih ada beberapa pikiran yang mengganjal, juga perasaan yang tidak nyaman. Huuufft. Tarik nafa-buang, tarik nafas-buang. Okay, saya berniat tidak akan-setidaknya mengurangi- kecenderungan merepresi perasaan cemas saya. Pelajaran bagi saya, akumulasi emosi negatif efeknya tidak baik. Apalagi jika saya tipe orang yang meledak-ledak. Beginilah jadinya.

SEMANGAT!! MASALAH PASTI AKAN SELESAI. SECEPATNYA.
SENYUM SEMANGAT :)
 

(4)

Ketika

Ketika pagi, siang, malam yang ada hanya kamu
Ketika pagi, siang, malam seolah ada hanya untukmu
Ketika pagi, siang, malam yang kulakukan hanya memikirkan tentangmu
Ketika pagi, siang, malam yang kucari hanya dirimu
Ketika itu aku tahu bahwa..aku jatuh cinta padamu

--fransisca

 Lalu, aku merasa itu begitu nyata
 

Kamu lebur hujan dan badai
Ke dalam kata-kata
Aku basah kuyup
Tak jera menggigil karena merindukanmu

--Andrei Aksana


Selasa, 08 November 2011

SUARA-SUARA


     Saya mendengar teriakan di dalam bejana cokelat di pinggir sumur. Saya dekati namun ternyata tidak ada apa-apa di dalam bejana itu. Ah, itu hanya halusinasi, mungkin. Saya pergi ke dalam rumah. Lagi-lagi terdengar teriakan. Kali ini asalnya dari atap rumah. Maka, memanjatlah saya ke atas. Tidak ada apa-apa. Saya kembali duduk di kursi kayu hendak melanjutkan menonton televisi. Muncul suara lagi. Kali ini terdengar sangat keras dan amat parau. Sungguh miris mendengarnya. 

     Saya tidak tahu dari mana asal suara itu. Saya berkeliling rumah mencari asal suara itu. Saya tidak mendapatkan apapun juga. Saya melompati pagar, bergegas ke rumah tetangga. Siapa tahu asalnya dari rumah tetangga. Tetapi, sekali saya menjejakkan kaki ke tanah di luar rumah, suara itu semakin keras dan semakin parau. Suara itu berganti teriakan, lalu suara pelan yang amat lirih. Saya menangis saat mendengar suara-suara itu. 

     Saya masuk kembali ke dalam rumah, menuju gudang di belakang rumah. Tempat itu sepi, tidak ada suara apa-apa, kecuali suara miris yang menyayat hati itu. Saya tidak tahan lagi. Saya sedih. Saya lelah. Saya menyobek bagian tubuh di bagian dada. Terkuak semua isinya, ada sebongkah daging berdegup yang serta-merta berteriak kencang memekakkan telinga. Suara-suara tadi berasal dari sana. Teriakan-teriakannya berasal dari situ. Semua suara tadi itu, saya.

GADIS REMBULAN DI ANTARA BUTIR PASIR PANTAI


  Langkah kaki terekam dalam jejak-jejak di pasir putih pantai itu
  Air laut menyisakan sedikit jejaknya sedang yang lain terhapus begitu saja
  Terburu-buru perempuan itu berlari mengejar matahari yang sebentar lagi mau tenggelam
  Tidak terkejar maka mentari tenggelam di batas cakrawala
  Pelan suaranya sesenggukkan di balik bajunya yang rombeng
  Warna-warni bajunya luntur terkena air mata
  Pergi saja dia dari bibir pantai itu ke cekungan di ujung sana
  Tengadah dia ke atas menyaksikan rembulan dengan sinarnya yang memegahkan
  Hilanglah air mata berganti butiran mutiara jatuh dari matanya
  Baju rombeng nan kumal itu lenyap digantikan gaun cantik berbahan sutra
  Tiara anggun bertahta di atas kepalanya
  Rambutnya berkibar tersapu angin malam yang hangat
  Tiada sinar matahari lagi memang
  Sinar rembulan saja sudah cukup menerangi dia berjalan di setiap langkahnya penuh kengatan
  Sesempurna dia memandang rembulan, sesempurna itu dia merasakan hidup seutuhnya


-fransisca-