Saya mendengar teriakan di dalam bejana cokelat di pinggir sumur. Saya dekati namun ternyata tidak ada apa-apa di dalam bejana itu. Ah, itu hanya halusinasi, mungkin. Saya pergi ke dalam rumah. Lagi-lagi terdengar teriakan. Kali ini asalnya dari atap rumah. Maka, memanjatlah saya ke atas. Tidak ada apa-apa. Saya kembali duduk di kursi kayu hendak melanjutkan menonton televisi. Muncul suara lagi. Kali ini terdengar sangat keras dan amat parau. Sungguh miris mendengarnya.
Saya tidak tahu dari mana asal suara itu. Saya berkeliling rumah mencari asal suara itu. Saya tidak mendapatkan apapun juga. Saya melompati pagar, bergegas ke rumah tetangga. Siapa tahu asalnya dari rumah tetangga. Tetapi, sekali saya menjejakkan kaki ke tanah di luar rumah, suara itu semakin keras dan semakin parau. Suara itu berganti teriakan, lalu suara pelan yang amat lirih. Saya menangis saat mendengar suara-suara itu.
Saya masuk kembali ke dalam rumah, menuju gudang di belakang rumah. Tempat itu sepi, tidak ada suara apa-apa, kecuali suara miris yang menyayat hati itu. Saya tidak tahan lagi. Saya sedih. Saya lelah. Saya menyobek bagian tubuh di bagian dada. Terkuak semua isinya, ada sebongkah daging berdegup yang serta-merta berteriak kencang memekakkan telinga. Suara-suara tadi berasal dari sana. Teriakan-teriakannya berasal dari situ. Semua suara tadi itu, saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar