Halaman

Minggu, 26 Agustus 2012

CUKUP BEGITU


Beberapa bait lagu yang keluar dari mulutmu terus terngiang-ngiang olehku. Hal-hal seperti itu yang membuatku berharap pada ketidakpastian. Namun, sekarang tidak bisa. Harapanku akan menyebabkan kesakitan. Jadi, aku hanya akan mengenang cerita-cerita denganmu. Tidak banyak tapi cukup untuk membuat hariku berwarna. Terjadilah sudah kemarin ; berakhir dengan indah. Sudah cukup begitu.
Mengapa kita bertemu
Bila akhirnya dipisahkan
Mengapa kita berjumpa 
Tapi akhirnya dijauhkan
Kau bilang hatimu aku
Nyatanya bukan untuk aku
Aku hancur
Ku terluka
Namun engkaulah nafasku
Kau cintaku
Meski aku
Bukan di benakmu lagi
Dan ku beruntung
Sempat memilikimu



Sumber : go to lyric

Semoga kita dapat saling mendoakan dan berharap akan terjadi suatu hal yang terbaik. Amin.


Sabtu, 18 Agustus 2012

Kubenci Untuk Mencintaimu

Bensin. Garam. Perih. Tersulut. Membakar. Terbakar. Parah. Semakin. Tega. Penjahat. Jahat. Benci. Ingin. 
Mengapa. Cinta. Lepas. Jauh. Tidak. Bisa. Antara. Pilihan. Memori. Senang. Kacau. Tertawa. Sedih. 

Bensin. Garam. Perih. Tersulut. Membakar. Terbakar. Parah. Semakin. Tega. Penjahat. Jahat. Benci. Ingin. 
Mengapa. Cinta. Lepas. Jauh. Tidak. Bisa. Antara. Pilihan. Memori. Senang. Kacau. Tertawa. Sedih.

Bensin. Garam. Perih. Tersulut. Membakar. Terbakar. Parah. Semakin. Tega. Penjahat. Jahat. Benci. Ingin. 
Mengapa. Cinta. Lepas. Jauh. Tidak. Bisa. Antara. Pilihan. Memori. Senang. Kacau. Tertawa. Sedih. 

Bensin. Garam. Perih. Tersulut. Membakar. Terbakar. Parah. Semakin. Tega. Penjahat. Jahat. Benci. Ingin. 
Mengapa. Cinta. Lepas. Jauh. Tidak. Bisa. Antara. Pilihan. Memori. Senang. Kacau. Tertawa. Sedih. 

Hari itu, kamu ada. Kamu ada di depanku. Kamu hanya ada, hanya kulihat.
Kamu mengacaukannya. Kamu membakarnya kembali. Kamu menghidupkannya kembali.
Kamu menyalakannya lagi. Kamu melakukannya lagi.

  Aku tak tahu apa yang terjadi
  Antara aku dan kau
  Yang kutahu pasti
  Kubenci untuk mencintaimu

--Naif, Benci Untuk Mencinta





Rabu, 15 Agustus 2012

Selemparan rindu, membayang di kalbu.


Aku menatap langit biru berharap wajahmu ada di situ.
Aku menoleh ke barisan pohon berharap kamu bersembunyi di baliknya.
Aku melihat ke kerumunan orang berharap ada kamu di antaranya.
Aku terus berjalan berharap kamu ada di depan sana.

Lama tak jumpa membikin hati berdebar rasa. Berusaha melepas masa lalu untuk meraih masa depan. Itu hanya bualan bagi orang yang gampang bicara. Kurasa tak semudah yang diomongkan. 

Bulu halus terbang ke tempat jauh, begitu juga kamu. Sebentar lagi melanglang jauh ke negeri sebelah. Kamu merapat ke arah kejayaan, menjalankan hidup baru, serta berusaha memperoleh kebahagiaan semu. Kamu juga menyisakan perih di hati ini. 

Ketika malam datang, kerinduan semakin besar. Kala itu, udara di sekitar semakin dingin. Aku menggigil. Jangan sampai kuingat kamu. Aku tidak ingin dingin ini bercampur perih. Meski begitu, kadang aku sengaja mencampur itu, dingin dan perih.  

Aku sesap teh hangat di kala pagi, mengenang dirimu saat dulu. Waktu itu aku tidak kedinginan dan tidak merasakan perih. Aku selalu girang dan kadang terlalu banyak tingkah.

Haaah... Di setiap rentang kehidupan, ada saatnya di mana saya diam dan tidak membicarakannya untuk melihat kembali bagaimana keadaan sekarang. Ternyata, rindu masih membekas di kalbu. Aku tidak senang tahu begitu.

Aku mengunyah permen karet yang amat manis. Lama-kelamaan tidak ada rasa manisnya, malah pahit rasanya. Memang dulu manis namun sekarang pahit rasanya. Kubuang permen karet itu, kubuang juga kamu dari hatiku. Tidak ada lagi rasa pahit yang tertinggal, begitu juga tidak ada perih yang tersisa. 

Mungkin sedikit rasa pahit masih terasa di lidah tetapi jika aku minum air pasti rasa pahitnya hilang. Mungkin rasa rindu padamu masih ada namun apabila aku bisa mencari penawarnya, rinduku pasti hilang selaras dengan tidak adanya kamu lagi di pikiranku. 

Bulu halus yang amat ringan pergi ke tempat yang ditentukan. Hidupnya akan berbeda mulai saat itu. Ia akan meninggalkan jejak di tempat lama dan membuat jejak di tempat baru. Semoga saja jejaknya tidak meninggalkan bekas buruk dan berada di tempat yang semestinya.
Semoga aku dapat menjalankan hidup dengan segala hal yang akan menyongsongku di depan sana.
Amin.

Minggu, 05 Agustus 2012

JALAN BUNTU

Braga, semalaman aku meracau tentang jalan buntu yang pernah kulalui.



Jalanan ini telah berakhir. Jalan ini buntu. 
Aku harus memutar jalan dan mencari jalan lain, tidak lagi lewat jalan buntu itu. 


Aku akan berjalan menuju hal yang sama tetapi melewati jalan yang berbeda, tidak akan melewati jalan buntu itu kembali. Meskipun begitu, aku mendapat banyak pengalaman saat melewati jalan buntu itu. Aku tahu apa saja yang ada di sekitar jalan itu. Ada banyak rumah yang dindingnya dicat berbagai warna terang namun ada juga yang dicat warna gelap. Di jalan itu, aku mendapati dagangan minuman dingin yang manis. Di sana juga ada yang menjual lotisan. Saat aku melihat lotis dagangan tersebut, aku seolah dapat merasakan asam, manis, dan pedasnya. 



--Mahadewi


Sampai kala itu, aku sangat senang hingga aku menemukan bahwa jalan itu buntu, tidak ada jalan tembusan lain. Aku tak bisa ke mana-mana. Aku lelah menanti keajaiban datang hingga dinding di depanku ini runtuh. Dinding ini kokoh, tebalnya seperti beton, tingginya seperti pohon pinus. Dinding itu sepertinya tidak akan roboh di saat ini, tidak akan sekarang atau tidak akan selamanya maka aku memutuskan untuk memutar jalan dan mengambil jalan lain. Waktu terus berputar dan aku semakin tidak sabar menantikan waktu di mana aku memperoleh 'itu', tujuanku. Semoga jalan yang aku tempuh ini membawaku ke sana. 



Dari : Wening