Pagi ini awalnya ceria, saya senang karena saya dapat pencerahan mengenai materi skripsi saya.
Beberapa saat kemudian ketika Nindi dan pak dosen mulai membahas tentang memaafkan, posisi saya menjadi tidak nyaman. Maksudnya, saya mulai tertarik ke dalam pembicaraan mengenai memaafkan-memaafkan diri sendiri-empati-self concept-olah rasa. Orait!
Saya memulai pembicaraan tentang : saya yang tidak sedih saat kakek dan om saya meninggal. Saya juga jadi ingat kalau ada musibah dengan banyak korban, saya juga tidak sedih. Setelah ditelusuri, saya jadi tahu alasan mengapa saya tidak sedih saat om saya meninggal. Itu kemungkinan karena saya menganggap om saya galak dan kami tidak dekat. Yah, sepertinya saya tidak berkawan dan berdamai dengan perasaan saya terhadap si om. Bisa jadi tentang saya tidak bersedih saat saudara meninggal karena saya tidak dekat dengan mereka--> karena kecuekan saya-> tidak empati.
TIDAK EMPATI?!
Lalu, ke mana saya harus mencari empati?? EMPATI.. Kamu di mana? Saya seperti merasa kosong. Saya merasa tidak berasa. Saya merasa dingin, bagai robot, tidak punya hati.
Saya diberitahu bahwa empati tidak dicari di mana-mana. Empati akan muncul jika saya dapat mengenali diri sendiri, jika saya mampu memahami rasa yang timbul, jika saya menuangkan perhatian kepada diri, jika saya mampu mengolah rasa yang ada. Empati tidak bicara mengenai kesoktahuan, empati bicara tentang kejujuran. Empati bicara mengenai ketajaman rasa yang akhirnya dapat diungkapkan dengan penuh ketulusan. Empati...
Saya bicara blak-blakan mengenai pikiran-pikiran yang menganggu tentang 'kedinginan' saya ini kepada pak dosen. Yah, saya anggap cara pak dosen menilai saya terlalu frontal karena tidak jarang ia membuat judgment mengenai perilaku saya selama mengobrol. Awalnya, saya merasa risih tapi kelamaan juga terbiasa. Saya anggap sudah menjadi kebiasaannya juga untuk menilai orang <--ini juga judgment dari saya :).
Pembcaraan yang blak-blakan itu membawa saya pada pengolahan pikiran----belum rasa---- tentang semua hal yang berkaitan dengan empati dan diri. Ternyata, saya tidak begitu mengenal diri sendiri. Bagaimana mungkin saya berhak membicarakan orang detil seolah saya tahu siapa saya ini.
Saya angkuh (ternyata). Saya memang blak-blakan. Saya tidak malu membicarakan kekurangan saya dengan orang lain. Toh, dari pembicaraan ini juga saya mendapat pelajaran untuk semakin mengenal diri saya. Semakin tahu diri saya, semakin saya tahu apa yang dapat saya lakukan!
Demikian saudara/i mengenai pembicaraan satu arah ini. Semoga dapat berkenan dan menjadi pelajaran juga bagi kita.
Mulai sekarang, saya akan semakin memperhatikan diri dan mengurangi tingkat kecuekan diri. Rasa sudah tercipta, mengapa tidak berdaya? Hari ini sungguh-sungguh merupakan hari yang menyadarkan.
Kalau saya sudah berada dalam tahap sadar, dunia terbuka untuk saya.
:) Mari menuju WELL BEING :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar