Halaman

Kamis, 22 Maret 2012

Rindunya Wening

Ah, membaui udara pagi ini sungguh meringankan hati. Lamat-lamat segera tercium pula bau tumisan yang berasal dari warung burjo sebelah. Hmm..jadi lapar. 
Tiap pagi seperti ini ada satu rasa yang meyeruak. Kata puisi Bapak Handoyo, namanya merindu. Judul lagu Agnes Monica itu rindu. Ya, ya, ya, terus kenapa??
Haaaahhh.. Wening menarik napas. Ia pergi menjauhi jendela. Ia merasa sesak tiap pagi jika berada d dekat jendela yang terbuka. Ia mendesah pelan dan duduk di lantai sambil meyisir rambut panjangnya. Rindu? tanyanya dalam hati. Rindu kepada siapakah dia? Matahari di siang hari? Tentu saja bukan karena matahari tidak perlu dirindukan. Matahari selalu muncul menyinari bumi. Setiap hari. Lalu, apa yang dirindukannya? Wening berpikir keras namun tak kunjung tahu jawabnya.

Wening menyapu rumah kecilnya. Ia sendirian di rumah. Ayah dan ibunya bekerja, adik serta kakaknya pergi entah ke mana. Sudah tidak ada di rumah sejak Wening bangun tidur. Di sudut ruangan tampak sangat kotor. Ubin itu kotor karena ketumpahan kecap kemarin. Si dedek Faizal main lempar-lemparan botol kecap plastik , yah begitu deh akhirnya...kotor, lengket, iwwhh. Wening ingat betul kalau sudah membersihkan ubin itu. Namun, sekarang dilihat lagi kok, masih kotor. Perlu berulang kali dibersihkan, mungkin. 

Wening mengepel lantai kotor itu. Otaknya tidak pernah berhenti berpikir. Bolehlah ia tampak sedang berkonsentrasi mengepel, padahal sebenarnya ia sedang memikirkan sesuatu yang lain. Rindu, kotor, sudah dibersihkan, tetap kotor, belum bersih mutlak. Mutlak? Tidak ada yang mutlak, barangkali. Hmm.. Apakah rasa rindu yang telah susah payah ia sangkal itu muncul kembali? Rasa rindu yang ia rasa sudah dibersihkan, dilenyapkan, dan dibuang jauh-jauh itu ternyata masih ada. Tidak mungkin! Namun, apa yang tidak mungkin terjadi di dunia ini? Ha? Wening terduduk diam. Ia masih memegang kayu gagang pel. 

Matanya sekarang tertuju pada ponsel yang ada dii atas meja di depannya. Ia mengambil ponsel berlayar sentuh itu. Apa yang harus ia lakukan? Membebaskan rindu ini atau menekannya saja? Wening terdiam agak lama lalu ia mulai menekan-nekan layar ponsel itu. Entah menghubungi siapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar