Halaman

Selasa, 13 Desember 2011

RASANYA MENDUNG

Mega-mega mendung setebal apa yang ada di atas sana. Kumal, hitam, dan menyeramkan. Sama seperti pikiran spontan yang keluar sesaat setelah membaca artikel mengenai rasa. Rasa yang tidak jelas juntrungannya. Apakah manis, asam, atau pahit. Ehm, mungkin sedikit pedas. Yap, terkadang. Di ruangan ini aku menyepi sambil menyaksikan jam dinding di atas pilar itu. Aku melihat jarum panjang yang tipis itu. Itu terus bergerak. Tidak mau berhenti. Bahkan, kekuatan pikiranku tidak bisa menghentikannya. Waktu terus berjalan. Bergerak maju menuju hari berikutnya. Besok, lusa, dua hari kemudian, seminggu kemudian, entah sebulan ke depan. Ragu-ragu terpejam mata ini untuk coba membayangkan keadaan di mana jarum itu terus bergerak lalu membawa waktu kian cepat berlalu. Sunyi, gelap. Di sana yang ada hanya kehampaan. Mungkin kesepian, sedikit tersangkalkan rupanya. Hari itu, jika sampai tiba waktu itu, aku kacau. Tak tahulah apa yang terjadi nanti. 
Seyakinnya aku, hanya aku yang merasa, kalian tidak. Setitik belengu di pergelangan tangan memaksaku tak dapat meraih. Rantai dari baja yang begitu kokoh melilit di kedua mata kakiku. Jatuh saja aku ketika melangkah. Ketika mulut sudah tak kuasa bicara, bulir-bulir kemurnian pasti meringsek keluar menembus pertahanan. Seandainya waktu diam saja untuk sementara, mungkin aku akan bahagia. Aku hanya butuh sedikit waktu lebih lama untuk memahami ini semua. 
Perih ini belum hilang, kepura-puraan terus dipertahankan. Kapan bisa tertawa lepas memandang ke depan menanti pagi cerah diliputi keceriaan mentari? Senyumnya terangkum mesra di sini. Di sini, kamu tahu? Membingungkan sekali ketika bicara begitu tidak ada yang menanggapi. Meratap sebentar sajalah, jangan lama-lama. Mungkin ada harap, mungkin ada kepastian,mungkin ada jalan keluar. Semuanya serba mungkin. Mungkin aku ada, mungkin kamu ada, mungkin kalian ada, mungkin dunia ada. Mungkin. Mungkin, rasa ini memang ada. Pahit, kurasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar