Halaman

Jumat, 15 Juni 2012

PERGI

Semua akan pergi, entah ke mana tujuannya.
Ayah saya telah pergi, entah jam berapa. Dia pergi yang juga pulang. Saya harus bersabar untuk beberapa saat untuk bertemu dengannya. Saya telah menerima keadaan ini, keadaan di mana dia tidak akan beraga lagi. Saya tahu ini yang terbaik karena saya telah berkata pada Tuhan bahwa berikanlah yang terbaik. Lalu berita itu sampai pada saya. Bapak meninggal. Yup, itu ternyata yang terbaik. Entah apa yang Tuhan rencanakan. Saya tahu itu baik. Tuhan sudah memberi keringanan pada saya, sudah alurnya begitu. Saya dapat beasiswa dengan jumlah yang besar. Pada akhirnya, uang itu saya gunakan untuk ongkos pulang. Well, akhirnya saya akan naik pesawat, wkwkwk.. Alurnya begitu, saya diringankan. Tuhan Maha Baik. Dia tahu saya kuat, maka siklus kehidupan (kematian) seperti ini sudah seharusnya dapat saya jalani, meski itu bapak saya sendiri. 
Saya jadi mengenang masa-masa saya bersama dia. Dulu, waktu ada pertanyaan tentang hal-hal tidak menyenangkan dengan orang tua, saya bingung menjawab apa karena semuanya tidak ada masalah berarti. 
Hemm, dua hal yang saya cemaskan ternyata mengenai kehilangan dan perubahan. Kehilangan bapak di dunia dan perubahan alur kehidupan saya semenjak sekarang.
Entah apa yang akan saya alami ketika saya benar-benar melihat bapak. Saya belum bisa membayangkannya. Saya.. saya tidak bisa menulis banyak, saya hanya bisa bercerita. Saya sedih. Sedih sekali saat ini. Semoga kesedihan ini tidak berlangsung lama, saya harus bisa jalan terus. Bapak pasti ingin saya seperti itu, dia pasti tidak ingin melihat anaknya lemah. Bapak aja jatuh bangun dalam usaha tapi terus bangkit. Itu yang Mbah Kung suka dari bapak. Bapak selalu bangkit tiap kali jatuh. Itu poin pentingnya, bukan malah mencari-cari alasan jatuhnya. Oke, Pak Mul, contoh bagus.
Sip ya. Aku buktikan!
Skripsi? Ah, oke!
Laki? hehe.. agak susah, tapi okelah!
Ehmm... ya sementara itu dulu. Sisanya nyusul.

Pak Mul, ati-ati di jalan ya. Jangan sampe kesandung. Jangan ngerokok mulu. Minum teh manisnya dikurangi ya. Kumis dan jenggot kalo udah tumbuh ubannya dicukur aja, ya. Ehmm... kek gini ni, keliatan bener saya belum bisa nerima kejutan hari ini. Yah, masih kagetlah ya, belum terbiasa.

Tetep, WELL BEING!!

Sabtu, 09 Juni 2012

KOPING

Satu mata berkata iya satu mata berkata tidak. Lalu, apa yang baiknya mata-mata katakan? Iya atau tidak?



Butuh koping emosi!
Emosi labil!

Begini jadinya ketika saya dibutuhkan banyak orang sebagai pendengar yang baik, saya sulit mendapatkan orang yang mau mendengarkan saya. Sebenarnya tidak sulit tetapi yah saya masih belum siap untuk bercerita tentang 'saya' pada orang yang mungkin mau mendengarkan saya. Kebutuhan untuk didengarkan memang cukup mendominasi, selain kebutuhan mendominasi itu sendiri. Apapunlah ya, apapun yang terjadi, saya masih dapat mengatakan bahwa saya sehat. Sehat sesuai takaran teori Malow, bukan secara klinis. -__-"
Sehat ini masih dapat dirasakan dan saya masih bersyukur saya masih dapat bertahan dengan logika di kala rasa menyeruak bebas mencoba untuk membuat gila. Selama saya sehat, saya dapat menentukan jalan hidup dengan baik dan sesuai untuk diri. Jadi, saya mau tetap sehat. Caranya? Menerima dengan sadar hal-hal yang membuat cemas. Selama proses, ya sambil koping emosi. Sip, sip. 

WELL BEING!

Jumat, 08 Juni 2012

HEH!!

Heh!
Cemen lo! Gitu aja ga berani. Diam aja, berlagak tidak tahu.
Pengecut.

Brengsek.

-bukan Wening, tapi Ica-

Sabtu, 02 Juni 2012

Kisahnya

"Ga usah muna(fik) deh, di Jogja gini. Wajar kali kalo free sex..."


Aku ternganga ketika Santi bicara begitu padaku. Shit! Pernyataan macam apa itu?! Aku terdiam. Aku bingung hendak bilang apa karena aku masih berpikir apakah percakapan ini nyata. "Oke, biarkan aku berpikir," kataku. Dia tampak santai memainkan smartphonenya. Setelah agak lama terdiam, saya mulai bicara. Saya bertanya banyak tentang alasan melakukan hal tersebut dan segala hal yang membuat saya penasaran. "Ah, semua teman gue juga udah ga virgin. Ya udahlah biasa aja," katanya.
Oke, oke, oke, kata saya dalam hati. Ya ya ya, saya tahu itu realita yang terjadi. Saya hanya tidak menyangka jika itu adalah teman saya sendiri. WTF!!!

Saya rasanya ingin mengumpat perihal perilakunya. Namun, saya tidak bisa begitu saja membodoh-bodohkannya. Saya tahu itu pilihannya. Hanya saja... saya kaget, bingung, segala perasaan tidak tentu bercampur jadi satu. KECEWA. Saya kecewa padanya, pada ekspektasi saya tentang dia. Dia, teman yang kusayang.

"Sebenarnya gue gak mau ngomong hal ini ke elu."
"Kenapa?"
"Gue ga mau lu ikutan-ikutan gini."
Saya harus menahan air mata saat itu. "Ternyata lu baik juga, ya," kataku, seolah bercanda.

Tidak ada yang tahu ke mana arah dari setiap hal yang awalnya kita harapkan. Saya mencoba untuk konsisten dengan apa yang telah saya pegang dan hargai saat ini. Saya percaya lingkungan sekitar dan nilai yang saya pegang berada dalam lingkup yang baik. Baik menurut pandangan saya. Saya senang dengan pencapaian saya saat ini dan bersyukur setiap apa yang saya punya. 

Semoga setiap pilihan yang dia buat, saya buat, dan kalian buat sungguh-sungguh telah dipikirkan demi kehidupan yang baik. Baik itu cukup. 

Semoga saya tetap berjalan di alur yang benar. Saya ingin berjalan menuju suatu tempat yang di setiap jengkalnya berisi kebahagiaan, terselip kebijaksanaan, dan semua itu terangkum dalam kesejahteraan.

--Saya hargai pada pilihannya, terserah dia memutuskan apa untuk hidupnya, hanya saja saya tidak suka pada akibatnya.--