Sungguh tak terbayangkan ketika mama menelpon dan berkata, "Adikmu lagi.."
Sungguh aku heran. Sebenarnya siapa yang salah? Asuhan, pribadinya atau lingkungan?
Salah atau tidak memang begitu kenyataannya. Ketiga faktor ini menyokong bagian yang menghasilkan adikku sekarang.
Sebenarnya, saya sendiri sebagai kakak percaya dia tidak sebegitu parahnya seperti yang guru-guru itu katakan. Wajar jika adik saya berkelakuan yang tidak teratur. Wajar bagi setiap anak remaja. Itu adalah tahapan yang sedang mereka lalui. Pencarian jati diri. Mereka mencoba segala sesuatu hingga menemukan apa yang dirasa sebagai pribadi utuhnya. Tingkah laku adik laki-laki saya mungkin agak keterlaluan karena lingkungan sebaya tempat dia bergaul kurang baik menurut keluarga hingga kekenduran pengasuhan di waktu dulu (karena pengawasan sejak dia smp hingga sekarang menurut saya sudah cukup). Hal ini terjadi mungkin saja karena sikapnya yang tidak bisa menolak segala tawaran. Pada akhirnya ia menerima apa saja, baik ataupun buruk.
Lebih dari masalah itu, dia hanya merasa nyaman jika berada di rumah. Keluarga tetap mempercayai dia meski guru-guru terlanjur mempunyai pandangan negatif tentangnya. Saya membela dia karena saya merasa dia tidak diperlakukan pantas sebagai murid. Dia bahkan tidak mempunyai hak pembelaan diri. Mungkin ia terlibat, tetap saja ia mempunyai hak untuk membela diri. Di saat ia tidak terlibat, seakan para gurunya menutup semua matanya. Mereka tetap saja menganggap adik seorang anak bengal.
Hei, lihatlah sekeliling. Anak-anak usia remaja memang sedang aneh-anehnya. Ketika mereka salah, tegurlah mereka baik-baik. Berikan nasehat dan contoh perilaku yang menurut kalian baik. Anda sama sekali tidak pantas mencaci maki seorang murid selama berjam-jam di hadapan banyak murid di kelas.
Guru itu panutan. Guru itu model. Murid sangat memperhatikan gurunya. Murid meniru gurunya. Jika anda berani mencaci anak murid yang mungkin tidak tahu permasalahannya serta tidak dapat membela dirinya karena merasa tertekan karena anda, jangan heran jika nantinya akan ada murid yang berani mencaci anda bahkan di depan publik sekalipun.
Sekali lagi saya tekankan, guru itu panutan. Guru itu bagai orang tua dalam setting sekolah.
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar