
Seyakinnya aku, hanya aku yang merasa, kalian tidak. Setitik belengu di pergelangan tangan memaksaku tak dapat meraih. Rantai dari baja yang begitu kokoh melilit di kedua mata kakiku. Jatuh saja aku ketika melangkah. Ketika mulut sudah tak kuasa bicara, bulir-bulir kemurnian pasti meringsek keluar menembus pertahanan. Seandainya waktu diam saja untuk sementara, mungkin aku akan bahagia. Aku hanya butuh sedikit waktu lebih lama untuk memahami ini semua.
Perih ini belum hilang, kepura-puraan terus dipertahankan. Kapan bisa tertawa lepas memandang ke depan menanti pagi cerah diliputi keceriaan mentari? Senyumnya terangkum mesra di sini. Di sini, kamu tahu? Membingungkan sekali ketika bicara begitu tidak ada yang menanggapi. Meratap sebentar sajalah, jangan lama-lama. Mungkin ada harap, mungkin ada kepastian,mungkin ada jalan keluar. Semuanya serba mungkin. Mungkin aku ada, mungkin kamu ada, mungkin kalian ada, mungkin dunia ada. Mungkin. Mungkin, rasa ini memang ada. Pahit, kurasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar